Jumat, 29 April 2011

laparotomi

nggak cuman orang medis aja yang kudu tau laparotomi,
karena eh karena kemajuan jaman n kecanggihan teknologi yang aturan kita sebagai generasi muda memanfaatkannya nggak cuman buat facebook-an aja..
ini dia, gw mau bahas dikit tentang laparotomi..
buat temen2 sejawat yg mau bacaan ringan.. monggoo!!!
cek this one out! xD


Pengertian Laparatomi
Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah abdomen, bedah laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang dapat dilakukan pada bedah digestif dan kandungan.
Adapun tindakan bedah digestif yang sering dilakukan dengan teknik sayatan arah laparatomi yaitu: Herniotorni, gasterektomi, kolesistoduodenostomi, hepateroktomi, splenorafi/splenotomi, apendektomi, kolostomi, hemoroidektomi dan fistulotomi atau fistulektomi. Tindakan bedah kandungan yang sering dilakukan dengan teknik sayatan arah laparatomi adalah berbagai jenis operasi uterus, operasi pada tuba fallopi dan operasi ovarium yaitu: histerektomi baik itu histerektomi total, histerektomi sub total, histerektomi radikal, eksenterasi pelvic dan salingo-coforektomi bilateral. Selain tindakan bedah dengan teknik sayatan laparatomi pada bedah digestif dan kandungan, teknik ini juga sering dilakukan pada pembedahan organ lain, menurut Spencer (1994) antara lain ginjal dan kandung kemih.
Ada 4 (empat) cara, yaitu :
1) Midline incision
2) Paramedian, yaitu : panjang (12,5 cm) ± sedikit ke tepi dari garis tengah
3) Transverse upper abdomen incision, yaitu : sisi di bagian atas, misalnya pembedahan colesistotomy dan splenektomy
4) Transverse lower abdomen incision, yaitu : 4 cm di atas anterior spinal iliaka, ± insisi melintang di bagian bawah misalnya : pada operasi appendictomy.

. Indikasi Laparatomi
1) Trauma abdomen (tumpul atau tajam) / Ruptur hepar
2) Peritonitis
3) Perdarahan saluran pencernaan (Internal Blooding)
4) Sumbatan pada usus halus dan usus besar
5) Masa pada abdomen (Sjamsuhidajat R, Jong WD, 1997).

c. Komplikasi
1) Ventilasi paru tidak adekuat
2) Gangguan kardiovaskuler : hipertensi, aritmia jantung
3) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
4) Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan

d. Post Laparatomi
Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan yang diberikan kepada pasien-pasien yang telah menjalani operasi pembedahan perut.

e. Tujuan Perawatan Post Laparatomi
1) Mengurangi komplikasi akibat pembedahan
2) Mempercepat penyembuhan
3) Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi
4) Mempertahankan konsep diri pasien
5) Mempersiapkan pasien pulang

f. Komplikasi Post Laparatomi
1) Tromboplebitis
Tromboplebitis post opersi biasanya timbul 7-14 hari setelah operasi. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini dan kaos kaki TED yang dipakai klien sebelum mencoba ambulatif.
2). Infeksi
Infeksi luka sering muncul pada 36-46 jam setelah operasi. Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aureus, organisme ;gram positif. Stapilokokus mengakibatkan pernanahan. Untuk menghindari infeksi luka yang pali penting adalah perawatan luka dengan mempertahankan aseptik dan antiseptik.
3). Dehisensi Luka atau Eviserasi
Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi luka adalah keluarnya organ-organ dalam melalui insisi. Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup waktu pembedahan, ketegangan yang berat pada dinding abdomen sebagai akibat dari batuk dan muntah.
4). Proses Penyembuhan Luka
a). Fase pertama (Inflamasi)
Berlangsung sampai hari ke 3. Batang lekosit banyak yang rusak/rapuh. Sel-sel darah baru berkembang menjadi penyembuh dimana serabut-serabut bening digunakan sebagai kerangka.
b). Fase kedua (Proliferatif)
Dari hari ke 3 sampai hari ke 14. Pengisian oleh kolagen, seluruh pinggiran sel epitel timbul sempurna dalam 1 minggu. Jaringan baru tumbuh dengan kuat dan kemerahan.
c). Fase ketiga (Maturasi)
Sekitar 2 sampai 10 minggu kolagen terus menerus ditimbun, timbul jaringan-jaringan baru dan otot dapat digunakan kembali.
d). Fase keempat (fase terakhir)
Pada fase penyembuhan akan menyusut dan mengkerut.

g. Intervensi untuk Meningkatkan Penyembuhan
1). Meningkatkan intake makanan tinggi kalori dan tinggi protein ( TKTP)
2). Menghindari obat-obat anti radang seperti steroid
3). Pencegahan infeksi

h. Pengembalian Fungsi Fisik
Pengembalian fungsi fisik dilakukan segera setelah operasi dengan latihan nafas dan batuk efektif, latihan mobilisasi dini. Latiahn-latihan fisik diantaranya latihan nafas dalam, latihan batuk, menggerakan otot-otot kaki, menggerakan otot-otot bokong. Latihan alih baring dan turun dari tempat tidur, semuanya dilakukan hari ke 2 post opersi.
Tekhnik Operasi
- Midline Epigastric Incision
Incisi dilakukan persis pada garis tengah dimulai dari ujung Proc. Xiphoideus hingga 1 cm diatas umbilikus. Kulit, fat subcutan, linea alba, fat extraperitoneal, dan peritoneum dipisahkan satu persatu.
- Midline Subumbilical Incision
Incisi dilakukan persis pada garis tengah,dan bisa merupakan perluasan dari Midline
- Epigastric Incision.
Sebagai aturan umum, peritoneum harus dibuka dari ujung bawah dari incisi, untuk menghindari lig.falciforme, tetapi untuk Midline Subumbilical Incision peritoneum harus dibuka dari bagian atas incisi untuk menghindari cidera kandunung kemih.
Peritoneum harus dibuka dengan sangat hati-hati. Cara yang paling aman adalah membukany adengan menggunakan dua klem artery, yang dijepitkan dengan sangat hati-hati pada peritoneum. Kemudian peritoneum diangkat dan sedikit diggoyang-goyang untuk memastikan tidak adanya struktur dibawahnya yang ikut terjepit. Kemudian peritoneum diincisi dengan menggunakan pisau. Incisi ini harus cukup lebar untuk memasukkan 2 jari kita yang akan dipergunakan untuk melindungi struktur dibawahnya sewaktu kita membuka seluruh peritoneum.
Perhatian khusus harus diberikan pada saat melakukan laparotomi pada penderita yang mengalami sumbatan usus, karena usus yang mengalami distensi akan terletak tepat dibawah peritoneum yang kita incisi, dan juga pada penderita yang pernah mengalami laparotomi sebelumnya, dimana harus difikirkan kemungkinan adanya perlengketan peritoneum dan struktur dibawahnya. Dan jika keadaan ini yang dicurigai dihadapi, maka sangat bijaksana jika kita melakukan incisi pada tempat lain yang cukup jauh dari tempat kemungkinan terjadinya perlengketan tadi.
- Upper Paramedian Incision
Incisi ini dapat dibuat baik di sebelah kanan atau kiri dari garis tengah. Kira-kira 2,5-5 cm dari garis tengah. Incisi dilakukan vertical, mulai dari batas costa, berakhir pada 2-8 cm dibawah umbilicus.
- Lower Paramedian Incision
Incisi ini similiar dengan Upper Paramedian Incision dan, biasanya, memang merupakan perluasan dari Upper Paramedian Incision hingga dapat mencapai abdomen dari batas costa hingga ke pubis. Hanya pada tip[e incisi ini harus diperhatikan pembuluh darah Epigastrica Inferior yang harus dipisahkan dan diikat.
- Lateral Paramedian Incision
Adalah modifikasi dari Paramedian Incision yang dikenalkan oleh Guillou et al. Dimana incisi dilakukan pada pertemuan dari pertengahan dan 1/3 luar dari rectus sheat. Pada titik ini anterior rectus sheat terdiri dari 2 lapis. Anterior sheat dipisahkan dari otot rectus. Dan kemudian Posterior sheat atau peritoneum , atau keduanya dipisahkan dengan cara yang sama dengan anterior sheat. Secara teoritis, tekhnik ini akan memperkecil kemungkinan terjadinya wound dehiscence dan incisional hernia.
- Vertical Muscle Splitting Incision
Incisi ini sama dengan conventional paramedian incision, hanya otot rectus pada incisi ini dipisahkan secara tumpul (splitting longitudinally) pada 1/3 tengahnya, atau jika mungkin pada 1/6 tengahnya. Incisi ini berguna untuk membuka scar yang berasal dari incisi paramedian sebelumnya.
- Kocher Subcostal Incision
Incisi Subcostal kanan yang biasanya digunakan untuk megakses gallbladder dan biliary passages.. Sedangkan incisi subkostal kiri dilakukan biasanya untuk splenektomi elektif.
Incisi dilakukan mulai dari garis tengah, 2,5-5 cm di bawah Proc. Xiphoideus dan diperluas menyusuri batas costa kira-kira 2,5 cm dibawahnya, sepanjang kira-kira 12 cm McBurney Gridiron Atau Muscle Split Incision. Dilakukan untuk kasus Appendicitis Akut Dan diperkenalkan oleh Charles McBurney pada tahun 1894. Incisi dilakukan pada titik McBurney secara transverse skin crease, tetapi jika penderitanya gemuk atau jika mungkin diperlukan untuk memperluas incise maka dibuat incise oblique.
- Pfannenstiel Incision
Incisi yang popular dalam bidang gynecologi dan juga dapat memberikan akses pada ruang retropubic pada laki-laki untuk melakukan extraperitoneal retropubic prostatectomy. Incisi dilakukan kira-kira 5 cm diatas symphisis Pubis skin crease sepanjang ± 12 cm.
- Thoracoabdominal Incision
Incisi Thoracoabdominal, baik kanan maupun kiri, akan membuat cavum pleura dan cavum abdomen menjadi satu. Dimana incisi ini akan membuat akses operasi yang sangat baik. Incisi thorakoabdominal kanan biasanya dilakukan untuk melakukan emergensi ataupun elektif reseksi hepar Incisi thorakoabdominal kiri efektif jika dilakukan untuk melakukan reseksi dari bagian bawah esophagus dan bagian proximal dari lambung.
Penderita berada dalam pesisi “cork-screw”. Abdomen diposisikan kira-kira 45° dari garis horizontal, sedangkan thorax berada dalam posisi yang sepenuhnya lateral. Incisi pada bagian abdomen dapat merupakan midline incision ataupun upper paramedian incision. Incisi ini dilanjutkan dengan incisi thotac secara oblique pada intercostal ke-8.
Setelah abdomen dibuka, incisi pada dada diperdalam dengan menembus m.latissimus dorsi, serratus anterior, dan obliquus externus dan aponeurosisnya. Incisi pada abdomen tadi dilanjutkan hingga mencapai batas costa
M.Intercostal 8 dipisahkan untuk mencapai cavum pleura. Finochietto chest retractor dimasukkan pada intercostal 8 dan pelan-pelan di buka. Dan biasanya kita tidak perlu untuk memotong costa. Kemudian kita melakukan pemisahan diaphragma, memisahkan dan mengikat cabang-cabang dari pembuluh phrenica.
Penutupan dari incisi ini adalah dimulai dengan menjahit diaphragma 2 lapis, memasang wsd pada cavum pleura melalui incisi yang berbeda, menutup otot dada dengan menggunakan catgut atau dexon, dan kemudian menutup incisi abdomen dengan mass suture technique

Komplikasi Insisi
• Stitch abscess
Biasanya muncul pada hari ke 10 postopersi atau bisa juga sebelumnya, sebelum jahitan incisi tersebut diangkat.. Abses ini dapat superficial ataupun lebih dalam. Jika dalam ia dapat berupa massa yang teraba dibawah luka, dan terasa nyeri jika di raba. Abses ini biasanya akan diabsopsi dan hilang dengan sendirinya, walaupun untuk yang superficial dapat kita lakukan incisi pada abses tersebut. Antibiotik jarang diperlukan untuk kasus ini.
• Sellulitis
Biasanya jahitan akan terkubur didalam kulit sebagai hasil dari edema dan proses inflamasi sekitarnya. Penyebabnya dapat berupa Staphylococcus Aureus, E. Colli, Streptococcus Faecalis, Bacteroides, dsb. Penderitanya biasanya akan mengalami demam, sakit kepala, anorexia dan malaise. Keadaan ini dapat diatasi dengan membuka beberapa jahitan untuk mengurangi tegangan dan penggunaan antibiotika yang sesuai. Dan jika keadaannya sudah parah dan berupa suppurasi yang extensiv hingga kedalam lapisan abdomen, maka tindakan drainase dapat dilakukan.
• Gas Gangrene infection of Abdominal Wounds
Biasanya berupa rasa nyeri yang sangat pada luka operasi, biasanya 12-72 jam setelah operasi, peningkatan temperature (39° -41° C), Takhikardia (120-140/m), shock yang berat. Keadaan ini ddapat diatasi dengan melakukan debridement luka di ruang operasi, dan pemberian antibiotika, sebagai pilihan utamanya adalah, penicillin 1 juta unit IM dilanjutkan dengan 500.000 unit tiap 8 jam.
• Hematoma
Kejadian ini kira-kira 2% dari komplikasi operasi. Keadaan ini biasanya hilang dengan sendirinya, ataupun jika hematom itu cukup besar maka dapat dilakukan aspirasi.
• Keloid Scars
Penyebab dari keadaan ini hingga kini tidak diketahui, hanya memang sebagian orang mempunyai kecenderungan untuk mengalami hal ini lebih dari orang lain. Jika keloid scar yang terjadi tidak terlalu besar maka injeksi triamcinolone kedalam keloid dapat berguna, hal ini dapat diulangi 6 minggu kemudian jika belum menunjukkan hasil yang diharapkan. Jika keloid scar nya tumbuh besar, maka operasi excisi yang dilanjutkan dengan skin-graft dapat dilakukan.
• Abdominal wound Disruption and Evisceration
Disrupsi ini dapat partial ataupun total. Insidensinya sendiri bervariasi antara 0-3 %. Dan biasanya lebih umum terjadi pada pasien >60 tahun dibanding yang lebih muda. Laki-laki dibanding wanita 4 : 1

Tidak ada komentar:

Jumat, 29 April 2011

laparotomi

nggak cuman orang medis aja yang kudu tau laparotomi,
karena eh karena kemajuan jaman n kecanggihan teknologi yang aturan kita sebagai generasi muda memanfaatkannya nggak cuman buat facebook-an aja..
ini dia, gw mau bahas dikit tentang laparotomi..
buat temen2 sejawat yg mau bacaan ringan.. monggoo!!!
cek this one out! xD


Pengertian Laparatomi
Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah abdomen, bedah laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang dapat dilakukan pada bedah digestif dan kandungan.
Adapun tindakan bedah digestif yang sering dilakukan dengan teknik sayatan arah laparatomi yaitu: Herniotorni, gasterektomi, kolesistoduodenostomi, hepateroktomi, splenorafi/splenotomi, apendektomi, kolostomi, hemoroidektomi dan fistulotomi atau fistulektomi. Tindakan bedah kandungan yang sering dilakukan dengan teknik sayatan arah laparatomi adalah berbagai jenis operasi uterus, operasi pada tuba fallopi dan operasi ovarium yaitu: histerektomi baik itu histerektomi total, histerektomi sub total, histerektomi radikal, eksenterasi pelvic dan salingo-coforektomi bilateral. Selain tindakan bedah dengan teknik sayatan laparatomi pada bedah digestif dan kandungan, teknik ini juga sering dilakukan pada pembedahan organ lain, menurut Spencer (1994) antara lain ginjal dan kandung kemih.
Ada 4 (empat) cara, yaitu :
1) Midline incision
2) Paramedian, yaitu : panjang (12,5 cm) ± sedikit ke tepi dari garis tengah
3) Transverse upper abdomen incision, yaitu : sisi di bagian atas, misalnya pembedahan colesistotomy dan splenektomy
4) Transverse lower abdomen incision, yaitu : 4 cm di atas anterior spinal iliaka, ± insisi melintang di bagian bawah misalnya : pada operasi appendictomy.

. Indikasi Laparatomi
1) Trauma abdomen (tumpul atau tajam) / Ruptur hepar
2) Peritonitis
3) Perdarahan saluran pencernaan (Internal Blooding)
4) Sumbatan pada usus halus dan usus besar
5) Masa pada abdomen (Sjamsuhidajat R, Jong WD, 1997).

c. Komplikasi
1) Ventilasi paru tidak adekuat
2) Gangguan kardiovaskuler : hipertensi, aritmia jantung
3) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
4) Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan

d. Post Laparatomi
Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan yang diberikan kepada pasien-pasien yang telah menjalani operasi pembedahan perut.

e. Tujuan Perawatan Post Laparatomi
1) Mengurangi komplikasi akibat pembedahan
2) Mempercepat penyembuhan
3) Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi
4) Mempertahankan konsep diri pasien
5) Mempersiapkan pasien pulang

f. Komplikasi Post Laparatomi
1) Tromboplebitis
Tromboplebitis post opersi biasanya timbul 7-14 hari setelah operasi. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini dan kaos kaki TED yang dipakai klien sebelum mencoba ambulatif.
2). Infeksi
Infeksi luka sering muncul pada 36-46 jam setelah operasi. Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aureus, organisme ;gram positif. Stapilokokus mengakibatkan pernanahan. Untuk menghindari infeksi luka yang pali penting adalah perawatan luka dengan mempertahankan aseptik dan antiseptik.
3). Dehisensi Luka atau Eviserasi
Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi luka adalah keluarnya organ-organ dalam melalui insisi. Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup waktu pembedahan, ketegangan yang berat pada dinding abdomen sebagai akibat dari batuk dan muntah.
4). Proses Penyembuhan Luka
a). Fase pertama (Inflamasi)
Berlangsung sampai hari ke 3. Batang lekosit banyak yang rusak/rapuh. Sel-sel darah baru berkembang menjadi penyembuh dimana serabut-serabut bening digunakan sebagai kerangka.
b). Fase kedua (Proliferatif)
Dari hari ke 3 sampai hari ke 14. Pengisian oleh kolagen, seluruh pinggiran sel epitel timbul sempurna dalam 1 minggu. Jaringan baru tumbuh dengan kuat dan kemerahan.
c). Fase ketiga (Maturasi)
Sekitar 2 sampai 10 minggu kolagen terus menerus ditimbun, timbul jaringan-jaringan baru dan otot dapat digunakan kembali.
d). Fase keempat (fase terakhir)
Pada fase penyembuhan akan menyusut dan mengkerut.

g. Intervensi untuk Meningkatkan Penyembuhan
1). Meningkatkan intake makanan tinggi kalori dan tinggi protein ( TKTP)
2). Menghindari obat-obat anti radang seperti steroid
3). Pencegahan infeksi

h. Pengembalian Fungsi Fisik
Pengembalian fungsi fisik dilakukan segera setelah operasi dengan latihan nafas dan batuk efektif, latihan mobilisasi dini. Latiahn-latihan fisik diantaranya latihan nafas dalam, latihan batuk, menggerakan otot-otot kaki, menggerakan otot-otot bokong. Latihan alih baring dan turun dari tempat tidur, semuanya dilakukan hari ke 2 post opersi.
Tekhnik Operasi
- Midline Epigastric Incision
Incisi dilakukan persis pada garis tengah dimulai dari ujung Proc. Xiphoideus hingga 1 cm diatas umbilikus. Kulit, fat subcutan, linea alba, fat extraperitoneal, dan peritoneum dipisahkan satu persatu.
- Midline Subumbilical Incision
Incisi dilakukan persis pada garis tengah,dan bisa merupakan perluasan dari Midline
- Epigastric Incision.
Sebagai aturan umum, peritoneum harus dibuka dari ujung bawah dari incisi, untuk menghindari lig.falciforme, tetapi untuk Midline Subumbilical Incision peritoneum harus dibuka dari bagian atas incisi untuk menghindari cidera kandunung kemih.
Peritoneum harus dibuka dengan sangat hati-hati. Cara yang paling aman adalah membukany adengan menggunakan dua klem artery, yang dijepitkan dengan sangat hati-hati pada peritoneum. Kemudian peritoneum diangkat dan sedikit diggoyang-goyang untuk memastikan tidak adanya struktur dibawahnya yang ikut terjepit. Kemudian peritoneum diincisi dengan menggunakan pisau. Incisi ini harus cukup lebar untuk memasukkan 2 jari kita yang akan dipergunakan untuk melindungi struktur dibawahnya sewaktu kita membuka seluruh peritoneum.
Perhatian khusus harus diberikan pada saat melakukan laparotomi pada penderita yang mengalami sumbatan usus, karena usus yang mengalami distensi akan terletak tepat dibawah peritoneum yang kita incisi, dan juga pada penderita yang pernah mengalami laparotomi sebelumnya, dimana harus difikirkan kemungkinan adanya perlengketan peritoneum dan struktur dibawahnya. Dan jika keadaan ini yang dicurigai dihadapi, maka sangat bijaksana jika kita melakukan incisi pada tempat lain yang cukup jauh dari tempat kemungkinan terjadinya perlengketan tadi.
- Upper Paramedian Incision
Incisi ini dapat dibuat baik di sebelah kanan atau kiri dari garis tengah. Kira-kira 2,5-5 cm dari garis tengah. Incisi dilakukan vertical, mulai dari batas costa, berakhir pada 2-8 cm dibawah umbilicus.
- Lower Paramedian Incision
Incisi ini similiar dengan Upper Paramedian Incision dan, biasanya, memang merupakan perluasan dari Upper Paramedian Incision hingga dapat mencapai abdomen dari batas costa hingga ke pubis. Hanya pada tip[e incisi ini harus diperhatikan pembuluh darah Epigastrica Inferior yang harus dipisahkan dan diikat.
- Lateral Paramedian Incision
Adalah modifikasi dari Paramedian Incision yang dikenalkan oleh Guillou et al. Dimana incisi dilakukan pada pertemuan dari pertengahan dan 1/3 luar dari rectus sheat. Pada titik ini anterior rectus sheat terdiri dari 2 lapis. Anterior sheat dipisahkan dari otot rectus. Dan kemudian Posterior sheat atau peritoneum , atau keduanya dipisahkan dengan cara yang sama dengan anterior sheat. Secara teoritis, tekhnik ini akan memperkecil kemungkinan terjadinya wound dehiscence dan incisional hernia.
- Vertical Muscle Splitting Incision
Incisi ini sama dengan conventional paramedian incision, hanya otot rectus pada incisi ini dipisahkan secara tumpul (splitting longitudinally) pada 1/3 tengahnya, atau jika mungkin pada 1/6 tengahnya. Incisi ini berguna untuk membuka scar yang berasal dari incisi paramedian sebelumnya.
- Kocher Subcostal Incision
Incisi Subcostal kanan yang biasanya digunakan untuk megakses gallbladder dan biliary passages.. Sedangkan incisi subkostal kiri dilakukan biasanya untuk splenektomi elektif.
Incisi dilakukan mulai dari garis tengah, 2,5-5 cm di bawah Proc. Xiphoideus dan diperluas menyusuri batas costa kira-kira 2,5 cm dibawahnya, sepanjang kira-kira 12 cm McBurney Gridiron Atau Muscle Split Incision. Dilakukan untuk kasus Appendicitis Akut Dan diperkenalkan oleh Charles McBurney pada tahun 1894. Incisi dilakukan pada titik McBurney secara transverse skin crease, tetapi jika penderitanya gemuk atau jika mungkin diperlukan untuk memperluas incise maka dibuat incise oblique.
- Pfannenstiel Incision
Incisi yang popular dalam bidang gynecologi dan juga dapat memberikan akses pada ruang retropubic pada laki-laki untuk melakukan extraperitoneal retropubic prostatectomy. Incisi dilakukan kira-kira 5 cm diatas symphisis Pubis skin crease sepanjang ± 12 cm.
- Thoracoabdominal Incision
Incisi Thoracoabdominal, baik kanan maupun kiri, akan membuat cavum pleura dan cavum abdomen menjadi satu. Dimana incisi ini akan membuat akses operasi yang sangat baik. Incisi thorakoabdominal kanan biasanya dilakukan untuk melakukan emergensi ataupun elektif reseksi hepar Incisi thorakoabdominal kiri efektif jika dilakukan untuk melakukan reseksi dari bagian bawah esophagus dan bagian proximal dari lambung.
Penderita berada dalam pesisi “cork-screw”. Abdomen diposisikan kira-kira 45° dari garis horizontal, sedangkan thorax berada dalam posisi yang sepenuhnya lateral. Incisi pada bagian abdomen dapat merupakan midline incision ataupun upper paramedian incision. Incisi ini dilanjutkan dengan incisi thotac secara oblique pada intercostal ke-8.
Setelah abdomen dibuka, incisi pada dada diperdalam dengan menembus m.latissimus dorsi, serratus anterior, dan obliquus externus dan aponeurosisnya. Incisi pada abdomen tadi dilanjutkan hingga mencapai batas costa
M.Intercostal 8 dipisahkan untuk mencapai cavum pleura. Finochietto chest retractor dimasukkan pada intercostal 8 dan pelan-pelan di buka. Dan biasanya kita tidak perlu untuk memotong costa. Kemudian kita melakukan pemisahan diaphragma, memisahkan dan mengikat cabang-cabang dari pembuluh phrenica.
Penutupan dari incisi ini adalah dimulai dengan menjahit diaphragma 2 lapis, memasang wsd pada cavum pleura melalui incisi yang berbeda, menutup otot dada dengan menggunakan catgut atau dexon, dan kemudian menutup incisi abdomen dengan mass suture technique

Komplikasi Insisi
• Stitch abscess
Biasanya muncul pada hari ke 10 postopersi atau bisa juga sebelumnya, sebelum jahitan incisi tersebut diangkat.. Abses ini dapat superficial ataupun lebih dalam. Jika dalam ia dapat berupa massa yang teraba dibawah luka, dan terasa nyeri jika di raba. Abses ini biasanya akan diabsopsi dan hilang dengan sendirinya, walaupun untuk yang superficial dapat kita lakukan incisi pada abses tersebut. Antibiotik jarang diperlukan untuk kasus ini.
• Sellulitis
Biasanya jahitan akan terkubur didalam kulit sebagai hasil dari edema dan proses inflamasi sekitarnya. Penyebabnya dapat berupa Staphylococcus Aureus, E. Colli, Streptococcus Faecalis, Bacteroides, dsb. Penderitanya biasanya akan mengalami demam, sakit kepala, anorexia dan malaise. Keadaan ini dapat diatasi dengan membuka beberapa jahitan untuk mengurangi tegangan dan penggunaan antibiotika yang sesuai. Dan jika keadaannya sudah parah dan berupa suppurasi yang extensiv hingga kedalam lapisan abdomen, maka tindakan drainase dapat dilakukan.
• Gas Gangrene infection of Abdominal Wounds
Biasanya berupa rasa nyeri yang sangat pada luka operasi, biasanya 12-72 jam setelah operasi, peningkatan temperature (39° -41° C), Takhikardia (120-140/m), shock yang berat. Keadaan ini ddapat diatasi dengan melakukan debridement luka di ruang operasi, dan pemberian antibiotika, sebagai pilihan utamanya adalah, penicillin 1 juta unit IM dilanjutkan dengan 500.000 unit tiap 8 jam.
• Hematoma
Kejadian ini kira-kira 2% dari komplikasi operasi. Keadaan ini biasanya hilang dengan sendirinya, ataupun jika hematom itu cukup besar maka dapat dilakukan aspirasi.
• Keloid Scars
Penyebab dari keadaan ini hingga kini tidak diketahui, hanya memang sebagian orang mempunyai kecenderungan untuk mengalami hal ini lebih dari orang lain. Jika keloid scar yang terjadi tidak terlalu besar maka injeksi triamcinolone kedalam keloid dapat berguna, hal ini dapat diulangi 6 minggu kemudian jika belum menunjukkan hasil yang diharapkan. Jika keloid scar nya tumbuh besar, maka operasi excisi yang dilanjutkan dengan skin-graft dapat dilakukan.
• Abdominal wound Disruption and Evisceration
Disrupsi ini dapat partial ataupun total. Insidensinya sendiri bervariasi antara 0-3 %. Dan biasanya lebih umum terjadi pada pasien >60 tahun dibanding yang lebih muda. Laki-laki dibanding wanita 4 : 1

Tidak ada komentar: