Hematuria adalah kehadiran sel-sel darah merah (eritrosit) dalam urin. Ini mungkin idiopatik dan / atau jinak, atau dapat menjadi tanda bahwa ada batu ginjal atau tumor dalam saluran kemih (ginjal, ureter, kandung kemih, prostat, dan uretra), mulai dari yang sepele hingga yang mematikan. Jika sel-sel darah putih ditemukan di samping sel-sel darah merah, maka itu adalah tanda infeksi saluran kemih.
Jenis
Perubahan warna merah pada urin dapat memiliki berbagai penyebab:
• Sel darah merah
o Hematuria mikroskopis (darah dalam jumlah kecil, dapat dilihat hanya pada urine atau light microscope)
oHematuria makroskopik (hematuria "terang" atau "kotor")
• Hemoglobin (pigmen hanya merah, bukan sel-sel darah merah)
• Pigmen-pigmen yang lain
o Mioglobin dalam myoglobinuria
o Porfirin di porfiria
o Betanin, setelah makan bit
o Obat-obatan seperti Rifampisin
Penanganan hematuria tergantung pada penyebabnya. Jika penyebabnya adalah infeksi saluran kemih, pengobatan antibiotika sudah cukup. Jika penyebabnya adalah tumor atau batu ginjal, mungkin memerlukan pembedahan. Dalam kasus pembesaran prostat, tujuan pengobatan adalah mengurangi volume kelenjar prostat.
Retensi Urin
Adalah keadaan dimana penderita tidak mengeluarkan urin sehingga kapasitas maksimal vesika urinaria terlampaui.
Penyebab retensi urin adalah:
- Kelemahan otot detrussor
Cedera pada sumsum tulang belakang, kerusakan serat saraf menyebabkan otot detrussor teregang dalam waktu lama.
- Cedera atau gangguan sumsum tulang belakang di daerah cauda equine menyebabkan gangguan koordinasi detrussor-sfingter.
- Hambatan jalan keluar :
o Kelainan prostat
o Striktura uretra
o Batu uretra
o Kerusakan uretra
o Gumpalan darah di vesika urinaria
- Sfingter interna yang tidak bisa membuka karena rangsang simpatis berkurang
Gejala Klinis :
- Rasa tidak nyaman pada daerah perut bawah.
- Ada pembesaran pada perut bawah
- Tidak dapat kencing
- Inkontinensia paradoksa
Tata Laksana :
- Kateterisasi
- Sistostoni suprapubik trokar
- Sistosoni suprapubik terbuka
- Pungsi suprapubik
berisi coretan harian, coretan isi kepala, dan hal-hal tidak penting lainnya.. well! this is mine!
Jumat, 03 Juni 2011
trauma bul-buli a.k.a vesika urinaria
90% trauma tumpul akibat fraktur pelvis.
Jika buli-buli penuh, maka akan mudah robek bila terdapat tekanan dari luar berupa benturan. Buli-buli yang robek menyebabkan ekstravasasi urine ke intra/ekstra peritoneum.
• Tindakan operasi : hysterektomi, operasi colon / rectum, operasi hernia / operasi vagina.
Klasifikasi
• Kontusio buli-buli.
o Hanya memar pada dinding buli-buli, mungkin ada hematoma perivesikel tapi tidak ada ekstravasasi urine keluar.
• Cedera bili-buli ekstraperitoneal (45-60%)
• Cedera intraperitoneal (25-45%)
Gejala dan Tanda Klinis
Umum :
Shock, Hipotensi, Tachicardi, Demam
Lokal:
Peritonismus, bengkak dinding abdomen, Perdarahan uretra, Odem skrotum / labium, Tidak bisa buang air kecil.
• Nyeri Suprasimfisis.
• Hematuria.
• Anuria.
Diagnosis
• Klinis: Riwayat tauma, tanda-tanda shock, tidak bisa buang air kecil, Hematuria.
• Radiology:
o Cystografi, terdapat ekstravasasi kontras dalam rongga perivesikel merupakan tanda adanya robekan ekstraperitoneal. Jika terdapat kontras disela-sela usus berarti ada robekan buli-buli intraperitoneal.
o foto polos abdomen dengan tanda-tanda fraktur pelvis.
o cystoscopy.
Terapi
• Tergantung klasifikasi trauma.
o Kontusio : pasang kateter untuk mengistirahatkan buli-buli & sembuh 7-10 hari.
o Cedera intraperitoneal :
eksplorasi laparotomi, cari robekan, rongga abdomen di drainase, dijahit 2 lapis, pasang kateter sistostomi.
o Cedera ekstraperitoneal
dianjurkan untuk memasang kateter selama 7-10 hari.
o Pemberian antibiotik.
o Untuk memastikan bahwa buli-buli telah sembuh, sebelum melepas kateter uretra, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan cystografi guna melihat kemungkinan masih adanya ekstravasasi urine.
Komplikasi
• Peritonitis.
• Infeksi pelvis dan kandung kemih.
• Infeksi ginjal.
• Infeksi scrotum dan epididimis.
• Fistula.
• Osteitis pubis.
Jika buli-buli penuh, maka akan mudah robek bila terdapat tekanan dari luar berupa benturan. Buli-buli yang robek menyebabkan ekstravasasi urine ke intra/ekstra peritoneum.
• Tindakan operasi : hysterektomi, operasi colon / rectum, operasi hernia / operasi vagina.
Klasifikasi
• Kontusio buli-buli.
o Hanya memar pada dinding buli-buli, mungkin ada hematoma perivesikel tapi tidak ada ekstravasasi urine keluar.
• Cedera bili-buli ekstraperitoneal (45-60%)
• Cedera intraperitoneal (25-45%)
Gejala dan Tanda Klinis
Umum :
Shock, Hipotensi, Tachicardi, Demam
Lokal:
Peritonismus, bengkak dinding abdomen, Perdarahan uretra, Odem skrotum / labium, Tidak bisa buang air kecil.
• Nyeri Suprasimfisis.
• Hematuria.
• Anuria.
Diagnosis
• Klinis: Riwayat tauma, tanda-tanda shock, tidak bisa buang air kecil, Hematuria.
• Radiology:
o Cystografi, terdapat ekstravasasi kontras dalam rongga perivesikel merupakan tanda adanya robekan ekstraperitoneal. Jika terdapat kontras disela-sela usus berarti ada robekan buli-buli intraperitoneal.
o foto polos abdomen dengan tanda-tanda fraktur pelvis.
o cystoscopy.
Terapi
• Tergantung klasifikasi trauma.
o Kontusio : pasang kateter untuk mengistirahatkan buli-buli & sembuh 7-10 hari.
o Cedera intraperitoneal :
eksplorasi laparotomi, cari robekan, rongga abdomen di drainase, dijahit 2 lapis, pasang kateter sistostomi.
o Cedera ekstraperitoneal
dianjurkan untuk memasang kateter selama 7-10 hari.
o Pemberian antibiotik.
o Untuk memastikan bahwa buli-buli telah sembuh, sebelum melepas kateter uretra, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan cystografi guna melihat kemungkinan masih adanya ekstravasasi urine.
Komplikasi
• Peritonitis.
• Infeksi pelvis dan kandung kemih.
• Infeksi ginjal.
• Infeksi scrotum dan epididimis.
• Fistula.
• Osteitis pubis.
trauma ginjal
Merupakan trauma terbanyak pada traktus
urogenital (10%)
trauma ginjal dapat terjadi secara langsung akibat benturan yang mengenai daerah pinggang atau tidak langsung yaitu merupakan cedera deselerasi akibat pergerakan ginjal secara tiba-tiba di dalam rongga retroperitoneum.
Jenis cedera dapat disebabkan oleh trauma tumpul dan trauma tajam.
• Goncangan ginjal dalam rongga retroperitoneum menyebabkan regangan pedikel ginjal sehingga menimbulkan robekan tunika intima arteri renalis yang akan memacu terbentuknya hematon yang selanjtnya dapat menimbulkan trombosis arteri renalis beserta cabang-cabangnya.
• Trauma ginjal dapat dipermudah jika sebelumnya sudah ada kelainana seperti : hidronefrosis, kista ginjal, atau tumor ginjal.
Klasifikasi
• Cedera mayor/kontusio.
• Cedera minor/laserasi.
• Cedera pedikel/pembuluh darah ginjal.
Penderajatan Trauma Ginjal
• Derajat I :
Kontusio ginjal/hematoma perirenal.
• Derajat II :
Laserasi ginjal terbatas pada korteks.
• Derajat III :
Laserasi ginjal sampai ke medulla ginjal, mungkin terdapat trombosis arteri
segmentalis.
• Derajat IV :
Laserasi sampai mengenai sistem kaliks ginjal.
• Derajat V :
Avulsi pedikel ginjal, mungkin terjadi trombosis arteri renalis, ginjal
terbelah.
Gejala dan Tanda Klinis
• Mungkin tidak ditemukan tanda klinis jika cedera minor.
•Ada riwayat trauma di daerah pinggang punggung, dada sebelah bawah dan perut bagian atas dengan disertai nyeri atau di dapatkan adanya jejas pada daerah itu. Atau riwayat jatuh dari ketinggian.
• Bengkak dan memar daerah pinggang (swelling & bruising renal angle).
• Nyeri pada pinggang dan abdomen.
• Terdapat defans muskuler.
• Distensi abdomen akibat penimbunan darah atau urine
• Dapat terjadi ileus.
• Respiratory distress akibat penekanan diafragma.
• Takikardi dan hipotensi oleh karena hipovolemia.
• Hematuri
• Anemia
• Syok.
Diagnosis
• Lab .urine, hematuri.
• Intravenous pyelografi (IVP) :
o Memasukkan zat kontras melalui vena.
o Melihat ekstravasasi urin / kontras.
o Tidak bisa mendeteksi trauma ginjal derajat I, II.
o Melihat fungsi ginjal kontra lateral
Indikasi :
- jika ada luka tusuk/tembak yang mengenai ginjal.
- Cedera tumpul ginjal yang memberikan tanda-tanda hematuria makroskopik.
- Cedera tumpul ginjal yang memberikan tanda-tanda hematuria mikroskopik dengan disertai syok.
• CT-Scan :
o Pemeriksaan yang sensitif dan spesifik
o Menentukan derajat trauma
o Tidak invasif
o Dpt mengevaluasi organ lain ( hepar , lien , aorta )
o Pemeriksan ini dapat menunjukkan adanya robekan
jaringan ginjal, ekstravasasi kontras yang luas, adanya nekrosis jaringan.
• USG :
o Melihat hemoperitoneum.
o Tidak dianjurkan untuk evaluasi trauma ginjal.
o Dengan color doppler dapat melihat vaskuler.
o menunjukkan adanya hematoma parenkim ginjal yang terbatas pada subkapsuler dengan kapsul ginjal yang masih utuh.
Terapi.
• Konservatif ( Conservative management).
• Total bed rest.
• Hemodinamik (nadi, suhu, tekanan darah, dan Hb) dimonitor.
• Evaluasi renal area adanya memantau pembengkanan yang bertambah.
• Produksi urine tiap hari dievalauasi.
• Antibiotik dan analgesik.
Bedah (Surgical management), dilakukan bila :
• Hematom yang pulsatif
• Laserasi myor parenkim dan pembuluh darah.
• Ekstravasasi, trombosis arterial.
• Traumanya berat dan ada pergeseran ginjal, Perdarahan yang tidak teratasi.
• Dilakukan bersama-sama laparotomi.
• Terapi konservatif tidak membaik.
• Trauma ginjal terbuka.
Komplikasi
• Perdarahan
• Urinoma
• Abses perineal
• Urosepsis
• Fistula renokutan.
Jangka panjang : hipertensi, hidronefrosis, urolitiasis, atau pielonefritis kronis
urogenital (10%)
trauma ginjal dapat terjadi secara langsung akibat benturan yang mengenai daerah pinggang atau tidak langsung yaitu merupakan cedera deselerasi akibat pergerakan ginjal secara tiba-tiba di dalam rongga retroperitoneum.
Jenis cedera dapat disebabkan oleh trauma tumpul dan trauma tajam.
• Goncangan ginjal dalam rongga retroperitoneum menyebabkan regangan pedikel ginjal sehingga menimbulkan robekan tunika intima arteri renalis yang akan memacu terbentuknya hematon yang selanjtnya dapat menimbulkan trombosis arteri renalis beserta cabang-cabangnya.
• Trauma ginjal dapat dipermudah jika sebelumnya sudah ada kelainana seperti : hidronefrosis, kista ginjal, atau tumor ginjal.
Klasifikasi
• Cedera mayor/kontusio.
• Cedera minor/laserasi.
• Cedera pedikel/pembuluh darah ginjal.
Penderajatan Trauma Ginjal
• Derajat I :
Kontusio ginjal/hematoma perirenal.
• Derajat II :
Laserasi ginjal terbatas pada korteks.
• Derajat III :
Laserasi ginjal sampai ke medulla ginjal, mungkin terdapat trombosis arteri
segmentalis.
• Derajat IV :
Laserasi sampai mengenai sistem kaliks ginjal.
• Derajat V :
Avulsi pedikel ginjal, mungkin terjadi trombosis arteri renalis, ginjal
terbelah.
Gejala dan Tanda Klinis
• Mungkin tidak ditemukan tanda klinis jika cedera minor.
•Ada riwayat trauma di daerah pinggang punggung, dada sebelah bawah dan perut bagian atas dengan disertai nyeri atau di dapatkan adanya jejas pada daerah itu. Atau riwayat jatuh dari ketinggian.
• Bengkak dan memar daerah pinggang (swelling & bruising renal angle).
• Nyeri pada pinggang dan abdomen.
• Terdapat defans muskuler.
• Distensi abdomen akibat penimbunan darah atau urine
• Dapat terjadi ileus.
• Respiratory distress akibat penekanan diafragma.
• Takikardi dan hipotensi oleh karena hipovolemia.
• Hematuri
• Anemia
• Syok.
Diagnosis
• Lab .urine, hematuri.
• Intravenous pyelografi (IVP) :
o Memasukkan zat kontras melalui vena.
o Melihat ekstravasasi urin / kontras.
o Tidak bisa mendeteksi trauma ginjal derajat I, II.
o Melihat fungsi ginjal kontra lateral
Indikasi :
- jika ada luka tusuk/tembak yang mengenai ginjal.
- Cedera tumpul ginjal yang memberikan tanda-tanda hematuria makroskopik.
- Cedera tumpul ginjal yang memberikan tanda-tanda hematuria mikroskopik dengan disertai syok.
• CT-Scan :
o Pemeriksaan yang sensitif dan spesifik
o Menentukan derajat trauma
o Tidak invasif
o Dpt mengevaluasi organ lain ( hepar , lien , aorta )
o Pemeriksan ini dapat menunjukkan adanya robekan
jaringan ginjal, ekstravasasi kontras yang luas, adanya nekrosis jaringan.
• USG :
o Melihat hemoperitoneum.
o Tidak dianjurkan untuk evaluasi trauma ginjal.
o Dengan color doppler dapat melihat vaskuler.
o menunjukkan adanya hematoma parenkim ginjal yang terbatas pada subkapsuler dengan kapsul ginjal yang masih utuh.
Terapi.
• Konservatif ( Conservative management).
• Total bed rest.
• Hemodinamik (nadi, suhu, tekanan darah, dan Hb) dimonitor.
• Evaluasi renal area adanya memantau pembengkanan yang bertambah.
• Produksi urine tiap hari dievalauasi.
• Antibiotik dan analgesik.
Bedah (Surgical management), dilakukan bila :
• Hematom yang pulsatif
• Laserasi myor parenkim dan pembuluh darah.
• Ekstravasasi, trombosis arterial.
• Traumanya berat dan ada pergeseran ginjal, Perdarahan yang tidak teratasi.
• Dilakukan bersama-sama laparotomi.
• Terapi konservatif tidak membaik.
• Trauma ginjal terbuka.
Komplikasi
• Perdarahan
• Urinoma
• Abses perineal
• Urosepsis
• Fistula renokutan.
Jangka panjang : hipertensi, hidronefrosis, urolitiasis, atau pielonefritis kronis
ruptur uretra # sedikit dari lap. tutor. smoga membantu
Anatomi
Urethra pada pria terbagi dua menjadi pars anterior dan pars posterior, yang saling berbatasan pada diafragma urogenital. Urethra proksimal mulai dari perbatasan dengan buli-buli ,orificium uretra internum dan uretra prostatica. Urethra postatica seluruhnya terdapat di dalam prostat dan berlanjut menjadi urethra membranaceus. Struktur yang menjaga adalah ligamentum puboprostatika melekatkan prostat membran pada arkus anterior pubis.
Urethra membranaceus terdapat pada ujung anterior diafragma urogenital dan menjadi bagian proksimal urethra anterior setelah melewati membran perineum. Sfingter urethra eksterna terletak pada diafragma urogenital disekitar urethra membranaceus .
Urethra bulbosa, agak menonjol pada proksimal anterior, berjalan disepanjang bagian proksimal korpus spongiosum dan berlanjut menjadi urethra pendulosa di sepanjang uretra anterior.Ductus dari Glandula Cowper bermuara di urethra bulbosa. Urethra penil atau pendulosa berjalan disepanjang penis dimana berakhir pada fossa naviculare dan meatus urethra eksternus .
Mekanisme Cedera
Fraktur pelvis
Cedera urethra posterior utamanya disebabkan oleh fraktur pelvis, Ahli bedah ortopedi membagi fraktur menjadi tiga type menurut kejadiannya yaitu :
(i) cedera akibat kompresi anterior-posterior, (ii) cedera akibat kompresi lateral dan (iii) cedera tarikan vertikal. Fraktur tipe I dan II mengenai pelvis bagian anterior dan biasanya stabil. Tipe tarikan vertikal seringkali akibat jatuh dari ketinggian , paling berbahaya dan bersifat tidak stabil. Fraktur pelvis tidakstabil (unstable) meliputi cedera pelvis anterior disertai kerusakan pada tulang posterior dan ligament disekitar articulation sacroiliaca sehingga salah satu sisi lebih kedepan dibanding sisi lainnya (Fraktur Malgaigne). Cedera urethra posterior terjadi akibat terkena segmen fraktur atau paling sering karena tarikan ke lateral pada uretra pars membranaceus dan ligamentum puboprostatika .
Cedera tarikan ( shearing injury)
Cedera akibat tarikan yang menimbulkan rupture urethra disepanjang pars membranaceus (5-10%).Cedera ini terjadi ketika tarikan yang mendadak akibat migrasi kesuperior dari buli-buli dan prostat yang menimbulkan tarikan disepanjang urethra posterior. Cedera ini juga terjadi pada fraktur pubis bilateral (straddle fraktur) akibat tarikan terhadap prostat dari segmen fraktur berbentuk kupu-kupu sehingga menimbulkan tarikan pada urethra pars membranaceus.
indicator cedera urethra posterior, termasuk diantaranya trias cedera urethra ( darah di meatus, tidak bisa miksi dan buli-buli penuh) :
• Darah di meatus
Darah di meatus ditemukan pada 37%-93% penderita dengan cedera urethra posterior .Dengan timbulnya darah, setiap instrumentasi terhadap urethra ditunda sampai keseluruhan urethra sudah di lakukan pencitraan (uretrografi).
• Darah di introitus Vagina
Darah pada introitus vagina ditemukan pada 80% penderita perempuan dengan fraktur pelvis dan cedera urethra.
• Tidak bisa miksi
• Buli-buli penuh
• Hematuria
Meski tidak spesifik, hematuria pada miksi pertama merupakan indikasi adanya cedera urethra.jumlah dari perdarahan urethra berhubungan dengan beratnya cedera, sebagai cedera mukosa atau ruptur parsial dapat menimbulkan perdarahan yang banyak sedangkan transeksi total dapat menimbulkan perdarahan yang sedikit saja.
• Hematoma
Pada trauma urethra anterior, pola dari hematom dapat berguna unuk menilai batasan anatomi yang mengalami cedera. Ekstravasasi darah atau urine disepanjang korpus penis menunjukkan cedera dibatasi oleh fascia bucks. Rusaknya fascia bucks mengakibatkan ekstravasasi hanya dibatasi oleh fascia coles, sehingga penyebaran
ekstravasasi dapat ke superior sampai coracoclavicular dan ke fascia lata inferior atau dapat timbul hematom bentuk kupu-kupu di perineum. Pada wanita dengan fraktur pelvis, adanya hematom pada labia dapat menjadi indicator adanya cedera urethra.
• Prostat letak tinggi
Penilaiannya agak sulit teutama pada fase akut karena palpasi yang adekuat seringkali terhalangi oleh hematom didaerah pelvis atau prostat yang kecil di usia muda. Pemeriksaan rectum lebih penting untuk menilai cedera pada rectum yang dapat dihubungkan dengan fraktur pelvis. Ditemukannya darah pada pemeriksaan digital rectum semakin menguatkan dugaan fraktur pelvis.
Tipe Ruptur Uretra Posterior
Cedera uretra posterior dapat diklasifikasikan menurut luas dari cedera (Collpinto dan McCallum 1977) :
Tipe I Cedera tarikan uretra
Tipe II Cedera pada proksimal diafragma genitourinaria
Tipe III Cedera uretra pada proksimal dan distal diafragma genitourinaria
Kemudian AAST membuat klasifikasi rupture urethra posterior
Tipe Deskripsi Tanda dan Gejala
I , Kontusio , darah pada meatus dgn uretrogram normal
II , Cedera tarikan, Pemanjangan uretra tanpa adanya ekstravasasi kontras
III, Cedera parsial, Ekstravasasi kontras pada tempat cedera dan tampak kontras pada buli-buli
IV, Cedera Komplit, Ekstravasasi kontras pada tempat cedera, tak tampak kontras di buli-buli,panjang cedera < 2cm V , Cedera komplit, Transeksi komplit dengan jarak pemisahan uretra >2cm,atau perluasan ke prostat/vagina
Urethra pada pria terbagi dua menjadi pars anterior dan pars posterior, yang saling berbatasan pada diafragma urogenital. Urethra proksimal mulai dari perbatasan dengan buli-buli ,orificium uretra internum dan uretra prostatica. Urethra postatica seluruhnya terdapat di dalam prostat dan berlanjut menjadi urethra membranaceus. Struktur yang menjaga adalah ligamentum puboprostatika melekatkan prostat membran pada arkus anterior pubis.
Urethra membranaceus terdapat pada ujung anterior diafragma urogenital dan menjadi bagian proksimal urethra anterior setelah melewati membran perineum. Sfingter urethra eksterna terletak pada diafragma urogenital disekitar urethra membranaceus .
Urethra bulbosa, agak menonjol pada proksimal anterior, berjalan disepanjang bagian proksimal korpus spongiosum dan berlanjut menjadi urethra pendulosa di sepanjang uretra anterior.Ductus dari Glandula Cowper bermuara di urethra bulbosa. Urethra penil atau pendulosa berjalan disepanjang penis dimana berakhir pada fossa naviculare dan meatus urethra eksternus .
Mekanisme Cedera
Fraktur pelvis
Cedera urethra posterior utamanya disebabkan oleh fraktur pelvis, Ahli bedah ortopedi membagi fraktur menjadi tiga type menurut kejadiannya yaitu :
(i) cedera akibat kompresi anterior-posterior, (ii) cedera akibat kompresi lateral dan (iii) cedera tarikan vertikal. Fraktur tipe I dan II mengenai pelvis bagian anterior dan biasanya stabil. Tipe tarikan vertikal seringkali akibat jatuh dari ketinggian , paling berbahaya dan bersifat tidak stabil. Fraktur pelvis tidakstabil (unstable) meliputi cedera pelvis anterior disertai kerusakan pada tulang posterior dan ligament disekitar articulation sacroiliaca sehingga salah satu sisi lebih kedepan dibanding sisi lainnya (Fraktur Malgaigne). Cedera urethra posterior terjadi akibat terkena segmen fraktur atau paling sering karena tarikan ke lateral pada uretra pars membranaceus dan ligamentum puboprostatika .
Cedera tarikan ( shearing injury)
Cedera akibat tarikan yang menimbulkan rupture urethra disepanjang pars membranaceus (5-10%).Cedera ini terjadi ketika tarikan yang mendadak akibat migrasi kesuperior dari buli-buli dan prostat yang menimbulkan tarikan disepanjang urethra posterior. Cedera ini juga terjadi pada fraktur pubis bilateral (straddle fraktur) akibat tarikan terhadap prostat dari segmen fraktur berbentuk kupu-kupu sehingga menimbulkan tarikan pada urethra pars membranaceus.
indicator cedera urethra posterior, termasuk diantaranya trias cedera urethra ( darah di meatus, tidak bisa miksi dan buli-buli penuh) :
• Darah di meatus
Darah di meatus ditemukan pada 37%-93% penderita dengan cedera urethra posterior .Dengan timbulnya darah, setiap instrumentasi terhadap urethra ditunda sampai keseluruhan urethra sudah di lakukan pencitraan (uretrografi).
• Darah di introitus Vagina
Darah pada introitus vagina ditemukan pada 80% penderita perempuan dengan fraktur pelvis dan cedera urethra.
• Tidak bisa miksi
• Buli-buli penuh
• Hematuria
Meski tidak spesifik, hematuria pada miksi pertama merupakan indikasi adanya cedera urethra.jumlah dari perdarahan urethra berhubungan dengan beratnya cedera, sebagai cedera mukosa atau ruptur parsial dapat menimbulkan perdarahan yang banyak sedangkan transeksi total dapat menimbulkan perdarahan yang sedikit saja.
• Hematoma
Pada trauma urethra anterior, pola dari hematom dapat berguna unuk menilai batasan anatomi yang mengalami cedera. Ekstravasasi darah atau urine disepanjang korpus penis menunjukkan cedera dibatasi oleh fascia bucks. Rusaknya fascia bucks mengakibatkan ekstravasasi hanya dibatasi oleh fascia coles, sehingga penyebaran
ekstravasasi dapat ke superior sampai coracoclavicular dan ke fascia lata inferior atau dapat timbul hematom bentuk kupu-kupu di perineum. Pada wanita dengan fraktur pelvis, adanya hematom pada labia dapat menjadi indicator adanya cedera urethra.
• Prostat letak tinggi
Penilaiannya agak sulit teutama pada fase akut karena palpasi yang adekuat seringkali terhalangi oleh hematom didaerah pelvis atau prostat yang kecil di usia muda. Pemeriksaan rectum lebih penting untuk menilai cedera pada rectum yang dapat dihubungkan dengan fraktur pelvis. Ditemukannya darah pada pemeriksaan digital rectum semakin menguatkan dugaan fraktur pelvis.
Tipe Ruptur Uretra Posterior
Cedera uretra posterior dapat diklasifikasikan menurut luas dari cedera (Collpinto dan McCallum 1977) :
Tipe I Cedera tarikan uretra
Tipe II Cedera pada proksimal diafragma genitourinaria
Tipe III Cedera uretra pada proksimal dan distal diafragma genitourinaria
Kemudian AAST membuat klasifikasi rupture urethra posterior
Tipe Deskripsi Tanda dan Gejala
I , Kontusio , darah pada meatus dgn uretrogram normal
II , Cedera tarikan, Pemanjangan uretra tanpa adanya ekstravasasi kontras
III, Cedera parsial, Ekstravasasi kontras pada tempat cedera dan tampak kontras pada buli-buli
IV, Cedera Komplit, Ekstravasasi kontras pada tempat cedera, tak tampak kontras di buli-buli,panjang cedera < 2cm V , Cedera komplit, Transeksi komplit dengan jarak pemisahan uretra >2cm,atau perluasan ke prostat/vagina
Langganan:
Postingan (Atom)
Jumat, 03 Juni 2011
hematuria dan retensi urin sebagai indikasi penyakit ginjal
Hematuria adalah kehadiran sel-sel darah merah (eritrosit) dalam urin. Ini mungkin idiopatik dan / atau jinak, atau dapat menjadi tanda bahwa ada batu ginjal atau tumor dalam saluran kemih (ginjal, ureter, kandung kemih, prostat, dan uretra), mulai dari yang sepele hingga yang mematikan. Jika sel-sel darah putih ditemukan di samping sel-sel darah merah, maka itu adalah tanda infeksi saluran kemih.
Jenis
Perubahan warna merah pada urin dapat memiliki berbagai penyebab:
• Sel darah merah
o Hematuria mikroskopis (darah dalam jumlah kecil, dapat dilihat hanya pada urine atau light microscope)
oHematuria makroskopik (hematuria "terang" atau "kotor")
• Hemoglobin (pigmen hanya merah, bukan sel-sel darah merah)
• Pigmen-pigmen yang lain
o Mioglobin dalam myoglobinuria
o Porfirin di porfiria
o Betanin, setelah makan bit
o Obat-obatan seperti Rifampisin
Penanganan hematuria tergantung pada penyebabnya. Jika penyebabnya adalah infeksi saluran kemih, pengobatan antibiotika sudah cukup. Jika penyebabnya adalah tumor atau batu ginjal, mungkin memerlukan pembedahan. Dalam kasus pembesaran prostat, tujuan pengobatan adalah mengurangi volume kelenjar prostat.
Retensi Urin
Adalah keadaan dimana penderita tidak mengeluarkan urin sehingga kapasitas maksimal vesika urinaria terlampaui.
Penyebab retensi urin adalah:
- Kelemahan otot detrussor
Cedera pada sumsum tulang belakang, kerusakan serat saraf menyebabkan otot detrussor teregang dalam waktu lama.
- Cedera atau gangguan sumsum tulang belakang di daerah cauda equine menyebabkan gangguan koordinasi detrussor-sfingter.
- Hambatan jalan keluar :
o Kelainan prostat
o Striktura uretra
o Batu uretra
o Kerusakan uretra
o Gumpalan darah di vesika urinaria
- Sfingter interna yang tidak bisa membuka karena rangsang simpatis berkurang
Gejala Klinis :
- Rasa tidak nyaman pada daerah perut bawah.
- Ada pembesaran pada perut bawah
- Tidak dapat kencing
- Inkontinensia paradoksa
Tata Laksana :
- Kateterisasi
- Sistostoni suprapubik trokar
- Sistosoni suprapubik terbuka
- Pungsi suprapubik
Jenis
Perubahan warna merah pada urin dapat memiliki berbagai penyebab:
• Sel darah merah
o Hematuria mikroskopis (darah dalam jumlah kecil, dapat dilihat hanya pada urine atau light microscope)
oHematuria makroskopik (hematuria "terang" atau "kotor")
• Hemoglobin (pigmen hanya merah, bukan sel-sel darah merah)
• Pigmen-pigmen yang lain
o Mioglobin dalam myoglobinuria
o Porfirin di porfiria
o Betanin, setelah makan bit
o Obat-obatan seperti Rifampisin
Penanganan hematuria tergantung pada penyebabnya. Jika penyebabnya adalah infeksi saluran kemih, pengobatan antibiotika sudah cukup. Jika penyebabnya adalah tumor atau batu ginjal, mungkin memerlukan pembedahan. Dalam kasus pembesaran prostat, tujuan pengobatan adalah mengurangi volume kelenjar prostat.
Retensi Urin
Adalah keadaan dimana penderita tidak mengeluarkan urin sehingga kapasitas maksimal vesika urinaria terlampaui.
Penyebab retensi urin adalah:
- Kelemahan otot detrussor
Cedera pada sumsum tulang belakang, kerusakan serat saraf menyebabkan otot detrussor teregang dalam waktu lama.
- Cedera atau gangguan sumsum tulang belakang di daerah cauda equine menyebabkan gangguan koordinasi detrussor-sfingter.
- Hambatan jalan keluar :
o Kelainan prostat
o Striktura uretra
o Batu uretra
o Kerusakan uretra
o Gumpalan darah di vesika urinaria
- Sfingter interna yang tidak bisa membuka karena rangsang simpatis berkurang
Gejala Klinis :
- Rasa tidak nyaman pada daerah perut bawah.
- Ada pembesaran pada perut bawah
- Tidak dapat kencing
- Inkontinensia paradoksa
Tata Laksana :
- Kateterisasi
- Sistostoni suprapubik trokar
- Sistosoni suprapubik terbuka
- Pungsi suprapubik
trauma bul-buli a.k.a vesika urinaria
90% trauma tumpul akibat fraktur pelvis.
Jika buli-buli penuh, maka akan mudah robek bila terdapat tekanan dari luar berupa benturan. Buli-buli yang robek menyebabkan ekstravasasi urine ke intra/ekstra peritoneum.
• Tindakan operasi : hysterektomi, operasi colon / rectum, operasi hernia / operasi vagina.
Klasifikasi
• Kontusio buli-buli.
o Hanya memar pada dinding buli-buli, mungkin ada hematoma perivesikel tapi tidak ada ekstravasasi urine keluar.
• Cedera bili-buli ekstraperitoneal (45-60%)
• Cedera intraperitoneal (25-45%)
Gejala dan Tanda Klinis
Umum :
Shock, Hipotensi, Tachicardi, Demam
Lokal:
Peritonismus, bengkak dinding abdomen, Perdarahan uretra, Odem skrotum / labium, Tidak bisa buang air kecil.
• Nyeri Suprasimfisis.
• Hematuria.
• Anuria.
Diagnosis
• Klinis: Riwayat tauma, tanda-tanda shock, tidak bisa buang air kecil, Hematuria.
• Radiology:
o Cystografi, terdapat ekstravasasi kontras dalam rongga perivesikel merupakan tanda adanya robekan ekstraperitoneal. Jika terdapat kontras disela-sela usus berarti ada robekan buli-buli intraperitoneal.
o foto polos abdomen dengan tanda-tanda fraktur pelvis.
o cystoscopy.
Terapi
• Tergantung klasifikasi trauma.
o Kontusio : pasang kateter untuk mengistirahatkan buli-buli & sembuh 7-10 hari.
o Cedera intraperitoneal :
eksplorasi laparotomi, cari robekan, rongga abdomen di drainase, dijahit 2 lapis, pasang kateter sistostomi.
o Cedera ekstraperitoneal
dianjurkan untuk memasang kateter selama 7-10 hari.
o Pemberian antibiotik.
o Untuk memastikan bahwa buli-buli telah sembuh, sebelum melepas kateter uretra, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan cystografi guna melihat kemungkinan masih adanya ekstravasasi urine.
Komplikasi
• Peritonitis.
• Infeksi pelvis dan kandung kemih.
• Infeksi ginjal.
• Infeksi scrotum dan epididimis.
• Fistula.
• Osteitis pubis.
Jika buli-buli penuh, maka akan mudah robek bila terdapat tekanan dari luar berupa benturan. Buli-buli yang robek menyebabkan ekstravasasi urine ke intra/ekstra peritoneum.
• Tindakan operasi : hysterektomi, operasi colon / rectum, operasi hernia / operasi vagina.
Klasifikasi
• Kontusio buli-buli.
o Hanya memar pada dinding buli-buli, mungkin ada hematoma perivesikel tapi tidak ada ekstravasasi urine keluar.
• Cedera bili-buli ekstraperitoneal (45-60%)
• Cedera intraperitoneal (25-45%)
Gejala dan Tanda Klinis
Umum :
Shock, Hipotensi, Tachicardi, Demam
Lokal:
Peritonismus, bengkak dinding abdomen, Perdarahan uretra, Odem skrotum / labium, Tidak bisa buang air kecil.
• Nyeri Suprasimfisis.
• Hematuria.
• Anuria.
Diagnosis
• Klinis: Riwayat tauma, tanda-tanda shock, tidak bisa buang air kecil, Hematuria.
• Radiology:
o Cystografi, terdapat ekstravasasi kontras dalam rongga perivesikel merupakan tanda adanya robekan ekstraperitoneal. Jika terdapat kontras disela-sela usus berarti ada robekan buli-buli intraperitoneal.
o foto polos abdomen dengan tanda-tanda fraktur pelvis.
o cystoscopy.
Terapi
• Tergantung klasifikasi trauma.
o Kontusio : pasang kateter untuk mengistirahatkan buli-buli & sembuh 7-10 hari.
o Cedera intraperitoneal :
eksplorasi laparotomi, cari robekan, rongga abdomen di drainase, dijahit 2 lapis, pasang kateter sistostomi.
o Cedera ekstraperitoneal
dianjurkan untuk memasang kateter selama 7-10 hari.
o Pemberian antibiotik.
o Untuk memastikan bahwa buli-buli telah sembuh, sebelum melepas kateter uretra, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan cystografi guna melihat kemungkinan masih adanya ekstravasasi urine.
Komplikasi
• Peritonitis.
• Infeksi pelvis dan kandung kemih.
• Infeksi ginjal.
• Infeksi scrotum dan epididimis.
• Fistula.
• Osteitis pubis.
trauma ginjal
Merupakan trauma terbanyak pada traktus
urogenital (10%)
trauma ginjal dapat terjadi secara langsung akibat benturan yang mengenai daerah pinggang atau tidak langsung yaitu merupakan cedera deselerasi akibat pergerakan ginjal secara tiba-tiba di dalam rongga retroperitoneum.
Jenis cedera dapat disebabkan oleh trauma tumpul dan trauma tajam.
• Goncangan ginjal dalam rongga retroperitoneum menyebabkan regangan pedikel ginjal sehingga menimbulkan robekan tunika intima arteri renalis yang akan memacu terbentuknya hematon yang selanjtnya dapat menimbulkan trombosis arteri renalis beserta cabang-cabangnya.
• Trauma ginjal dapat dipermudah jika sebelumnya sudah ada kelainana seperti : hidronefrosis, kista ginjal, atau tumor ginjal.
Klasifikasi
• Cedera mayor/kontusio.
• Cedera minor/laserasi.
• Cedera pedikel/pembuluh darah ginjal.
Penderajatan Trauma Ginjal
• Derajat I :
Kontusio ginjal/hematoma perirenal.
• Derajat II :
Laserasi ginjal terbatas pada korteks.
• Derajat III :
Laserasi ginjal sampai ke medulla ginjal, mungkin terdapat trombosis arteri
segmentalis.
• Derajat IV :
Laserasi sampai mengenai sistem kaliks ginjal.
• Derajat V :
Avulsi pedikel ginjal, mungkin terjadi trombosis arteri renalis, ginjal
terbelah.
Gejala dan Tanda Klinis
• Mungkin tidak ditemukan tanda klinis jika cedera minor.
•Ada riwayat trauma di daerah pinggang punggung, dada sebelah bawah dan perut bagian atas dengan disertai nyeri atau di dapatkan adanya jejas pada daerah itu. Atau riwayat jatuh dari ketinggian.
• Bengkak dan memar daerah pinggang (swelling & bruising renal angle).
• Nyeri pada pinggang dan abdomen.
• Terdapat defans muskuler.
• Distensi abdomen akibat penimbunan darah atau urine
• Dapat terjadi ileus.
• Respiratory distress akibat penekanan diafragma.
• Takikardi dan hipotensi oleh karena hipovolemia.
• Hematuri
• Anemia
• Syok.
Diagnosis
• Lab .urine, hematuri.
• Intravenous pyelografi (IVP) :
o Memasukkan zat kontras melalui vena.
o Melihat ekstravasasi urin / kontras.
o Tidak bisa mendeteksi trauma ginjal derajat I, II.
o Melihat fungsi ginjal kontra lateral
Indikasi :
- jika ada luka tusuk/tembak yang mengenai ginjal.
- Cedera tumpul ginjal yang memberikan tanda-tanda hematuria makroskopik.
- Cedera tumpul ginjal yang memberikan tanda-tanda hematuria mikroskopik dengan disertai syok.
• CT-Scan :
o Pemeriksaan yang sensitif dan spesifik
o Menentukan derajat trauma
o Tidak invasif
o Dpt mengevaluasi organ lain ( hepar , lien , aorta )
o Pemeriksan ini dapat menunjukkan adanya robekan
jaringan ginjal, ekstravasasi kontras yang luas, adanya nekrosis jaringan.
• USG :
o Melihat hemoperitoneum.
o Tidak dianjurkan untuk evaluasi trauma ginjal.
o Dengan color doppler dapat melihat vaskuler.
o menunjukkan adanya hematoma parenkim ginjal yang terbatas pada subkapsuler dengan kapsul ginjal yang masih utuh.
Terapi.
• Konservatif ( Conservative management).
• Total bed rest.
• Hemodinamik (nadi, suhu, tekanan darah, dan Hb) dimonitor.
• Evaluasi renal area adanya memantau pembengkanan yang bertambah.
• Produksi urine tiap hari dievalauasi.
• Antibiotik dan analgesik.
Bedah (Surgical management), dilakukan bila :
• Hematom yang pulsatif
• Laserasi myor parenkim dan pembuluh darah.
• Ekstravasasi, trombosis arterial.
• Traumanya berat dan ada pergeseran ginjal, Perdarahan yang tidak teratasi.
• Dilakukan bersama-sama laparotomi.
• Terapi konservatif tidak membaik.
• Trauma ginjal terbuka.
Komplikasi
• Perdarahan
• Urinoma
• Abses perineal
• Urosepsis
• Fistula renokutan.
Jangka panjang : hipertensi, hidronefrosis, urolitiasis, atau pielonefritis kronis
urogenital (10%)
trauma ginjal dapat terjadi secara langsung akibat benturan yang mengenai daerah pinggang atau tidak langsung yaitu merupakan cedera deselerasi akibat pergerakan ginjal secara tiba-tiba di dalam rongga retroperitoneum.
Jenis cedera dapat disebabkan oleh trauma tumpul dan trauma tajam.
• Goncangan ginjal dalam rongga retroperitoneum menyebabkan regangan pedikel ginjal sehingga menimbulkan robekan tunika intima arteri renalis yang akan memacu terbentuknya hematon yang selanjtnya dapat menimbulkan trombosis arteri renalis beserta cabang-cabangnya.
• Trauma ginjal dapat dipermudah jika sebelumnya sudah ada kelainana seperti : hidronefrosis, kista ginjal, atau tumor ginjal.
Klasifikasi
• Cedera mayor/kontusio.
• Cedera minor/laserasi.
• Cedera pedikel/pembuluh darah ginjal.
Penderajatan Trauma Ginjal
• Derajat I :
Kontusio ginjal/hematoma perirenal.
• Derajat II :
Laserasi ginjal terbatas pada korteks.
• Derajat III :
Laserasi ginjal sampai ke medulla ginjal, mungkin terdapat trombosis arteri
segmentalis.
• Derajat IV :
Laserasi sampai mengenai sistem kaliks ginjal.
• Derajat V :
Avulsi pedikel ginjal, mungkin terjadi trombosis arteri renalis, ginjal
terbelah.
Gejala dan Tanda Klinis
• Mungkin tidak ditemukan tanda klinis jika cedera minor.
•Ada riwayat trauma di daerah pinggang punggung, dada sebelah bawah dan perut bagian atas dengan disertai nyeri atau di dapatkan adanya jejas pada daerah itu. Atau riwayat jatuh dari ketinggian.
• Bengkak dan memar daerah pinggang (swelling & bruising renal angle).
• Nyeri pada pinggang dan abdomen.
• Terdapat defans muskuler.
• Distensi abdomen akibat penimbunan darah atau urine
• Dapat terjadi ileus.
• Respiratory distress akibat penekanan diafragma.
• Takikardi dan hipotensi oleh karena hipovolemia.
• Hematuri
• Anemia
• Syok.
Diagnosis
• Lab .urine, hematuri.
• Intravenous pyelografi (IVP) :
o Memasukkan zat kontras melalui vena.
o Melihat ekstravasasi urin / kontras.
o Tidak bisa mendeteksi trauma ginjal derajat I, II.
o Melihat fungsi ginjal kontra lateral
Indikasi :
- jika ada luka tusuk/tembak yang mengenai ginjal.
- Cedera tumpul ginjal yang memberikan tanda-tanda hematuria makroskopik.
- Cedera tumpul ginjal yang memberikan tanda-tanda hematuria mikroskopik dengan disertai syok.
• CT-Scan :
o Pemeriksaan yang sensitif dan spesifik
o Menentukan derajat trauma
o Tidak invasif
o Dpt mengevaluasi organ lain ( hepar , lien , aorta )
o Pemeriksan ini dapat menunjukkan adanya robekan
jaringan ginjal, ekstravasasi kontras yang luas, adanya nekrosis jaringan.
• USG :
o Melihat hemoperitoneum.
o Tidak dianjurkan untuk evaluasi trauma ginjal.
o Dengan color doppler dapat melihat vaskuler.
o menunjukkan adanya hematoma parenkim ginjal yang terbatas pada subkapsuler dengan kapsul ginjal yang masih utuh.
Terapi.
• Konservatif ( Conservative management).
• Total bed rest.
• Hemodinamik (nadi, suhu, tekanan darah, dan Hb) dimonitor.
• Evaluasi renal area adanya memantau pembengkanan yang bertambah.
• Produksi urine tiap hari dievalauasi.
• Antibiotik dan analgesik.
Bedah (Surgical management), dilakukan bila :
• Hematom yang pulsatif
• Laserasi myor parenkim dan pembuluh darah.
• Ekstravasasi, trombosis arterial.
• Traumanya berat dan ada pergeseran ginjal, Perdarahan yang tidak teratasi.
• Dilakukan bersama-sama laparotomi.
• Terapi konservatif tidak membaik.
• Trauma ginjal terbuka.
Komplikasi
• Perdarahan
• Urinoma
• Abses perineal
• Urosepsis
• Fistula renokutan.
Jangka panjang : hipertensi, hidronefrosis, urolitiasis, atau pielonefritis kronis
ruptur uretra # sedikit dari lap. tutor. smoga membantu
Anatomi
Urethra pada pria terbagi dua menjadi pars anterior dan pars posterior, yang saling berbatasan pada diafragma urogenital. Urethra proksimal mulai dari perbatasan dengan buli-buli ,orificium uretra internum dan uretra prostatica. Urethra postatica seluruhnya terdapat di dalam prostat dan berlanjut menjadi urethra membranaceus. Struktur yang menjaga adalah ligamentum puboprostatika melekatkan prostat membran pada arkus anterior pubis.
Urethra membranaceus terdapat pada ujung anterior diafragma urogenital dan menjadi bagian proksimal urethra anterior setelah melewati membran perineum. Sfingter urethra eksterna terletak pada diafragma urogenital disekitar urethra membranaceus .
Urethra bulbosa, agak menonjol pada proksimal anterior, berjalan disepanjang bagian proksimal korpus spongiosum dan berlanjut menjadi urethra pendulosa di sepanjang uretra anterior.Ductus dari Glandula Cowper bermuara di urethra bulbosa. Urethra penil atau pendulosa berjalan disepanjang penis dimana berakhir pada fossa naviculare dan meatus urethra eksternus .
Mekanisme Cedera
Fraktur pelvis
Cedera urethra posterior utamanya disebabkan oleh fraktur pelvis, Ahli bedah ortopedi membagi fraktur menjadi tiga type menurut kejadiannya yaitu :
(i) cedera akibat kompresi anterior-posterior, (ii) cedera akibat kompresi lateral dan (iii) cedera tarikan vertikal. Fraktur tipe I dan II mengenai pelvis bagian anterior dan biasanya stabil. Tipe tarikan vertikal seringkali akibat jatuh dari ketinggian , paling berbahaya dan bersifat tidak stabil. Fraktur pelvis tidakstabil (unstable) meliputi cedera pelvis anterior disertai kerusakan pada tulang posterior dan ligament disekitar articulation sacroiliaca sehingga salah satu sisi lebih kedepan dibanding sisi lainnya (Fraktur Malgaigne). Cedera urethra posterior terjadi akibat terkena segmen fraktur atau paling sering karena tarikan ke lateral pada uretra pars membranaceus dan ligamentum puboprostatika .
Cedera tarikan ( shearing injury)
Cedera akibat tarikan yang menimbulkan rupture urethra disepanjang pars membranaceus (5-10%).Cedera ini terjadi ketika tarikan yang mendadak akibat migrasi kesuperior dari buli-buli dan prostat yang menimbulkan tarikan disepanjang urethra posterior. Cedera ini juga terjadi pada fraktur pubis bilateral (straddle fraktur) akibat tarikan terhadap prostat dari segmen fraktur berbentuk kupu-kupu sehingga menimbulkan tarikan pada urethra pars membranaceus.
indicator cedera urethra posterior, termasuk diantaranya trias cedera urethra ( darah di meatus, tidak bisa miksi dan buli-buli penuh) :
• Darah di meatus
Darah di meatus ditemukan pada 37%-93% penderita dengan cedera urethra posterior .Dengan timbulnya darah, setiap instrumentasi terhadap urethra ditunda sampai keseluruhan urethra sudah di lakukan pencitraan (uretrografi).
• Darah di introitus Vagina
Darah pada introitus vagina ditemukan pada 80% penderita perempuan dengan fraktur pelvis dan cedera urethra.
• Tidak bisa miksi
• Buli-buli penuh
• Hematuria
Meski tidak spesifik, hematuria pada miksi pertama merupakan indikasi adanya cedera urethra.jumlah dari perdarahan urethra berhubungan dengan beratnya cedera, sebagai cedera mukosa atau ruptur parsial dapat menimbulkan perdarahan yang banyak sedangkan transeksi total dapat menimbulkan perdarahan yang sedikit saja.
• Hematoma
Pada trauma urethra anterior, pola dari hematom dapat berguna unuk menilai batasan anatomi yang mengalami cedera. Ekstravasasi darah atau urine disepanjang korpus penis menunjukkan cedera dibatasi oleh fascia bucks. Rusaknya fascia bucks mengakibatkan ekstravasasi hanya dibatasi oleh fascia coles, sehingga penyebaran
ekstravasasi dapat ke superior sampai coracoclavicular dan ke fascia lata inferior atau dapat timbul hematom bentuk kupu-kupu di perineum. Pada wanita dengan fraktur pelvis, adanya hematom pada labia dapat menjadi indicator adanya cedera urethra.
• Prostat letak tinggi
Penilaiannya agak sulit teutama pada fase akut karena palpasi yang adekuat seringkali terhalangi oleh hematom didaerah pelvis atau prostat yang kecil di usia muda. Pemeriksaan rectum lebih penting untuk menilai cedera pada rectum yang dapat dihubungkan dengan fraktur pelvis. Ditemukannya darah pada pemeriksaan digital rectum semakin menguatkan dugaan fraktur pelvis.
Tipe Ruptur Uretra Posterior
Cedera uretra posterior dapat diklasifikasikan menurut luas dari cedera (Collpinto dan McCallum 1977) :
Tipe I Cedera tarikan uretra
Tipe II Cedera pada proksimal diafragma genitourinaria
Tipe III Cedera uretra pada proksimal dan distal diafragma genitourinaria
Kemudian AAST membuat klasifikasi rupture urethra posterior
Tipe Deskripsi Tanda dan Gejala
I , Kontusio , darah pada meatus dgn uretrogram normal
II , Cedera tarikan, Pemanjangan uretra tanpa adanya ekstravasasi kontras
III, Cedera parsial, Ekstravasasi kontras pada tempat cedera dan tampak kontras pada buli-buli
IV, Cedera Komplit, Ekstravasasi kontras pada tempat cedera, tak tampak kontras di buli-buli,panjang cedera < 2cm V , Cedera komplit, Transeksi komplit dengan jarak pemisahan uretra >2cm,atau perluasan ke prostat/vagina
Urethra pada pria terbagi dua menjadi pars anterior dan pars posterior, yang saling berbatasan pada diafragma urogenital. Urethra proksimal mulai dari perbatasan dengan buli-buli ,orificium uretra internum dan uretra prostatica. Urethra postatica seluruhnya terdapat di dalam prostat dan berlanjut menjadi urethra membranaceus. Struktur yang menjaga adalah ligamentum puboprostatika melekatkan prostat membran pada arkus anterior pubis.
Urethra membranaceus terdapat pada ujung anterior diafragma urogenital dan menjadi bagian proksimal urethra anterior setelah melewati membran perineum. Sfingter urethra eksterna terletak pada diafragma urogenital disekitar urethra membranaceus .
Urethra bulbosa, agak menonjol pada proksimal anterior, berjalan disepanjang bagian proksimal korpus spongiosum dan berlanjut menjadi urethra pendulosa di sepanjang uretra anterior.Ductus dari Glandula Cowper bermuara di urethra bulbosa. Urethra penil atau pendulosa berjalan disepanjang penis dimana berakhir pada fossa naviculare dan meatus urethra eksternus .
Mekanisme Cedera
Fraktur pelvis
Cedera urethra posterior utamanya disebabkan oleh fraktur pelvis, Ahli bedah ortopedi membagi fraktur menjadi tiga type menurut kejadiannya yaitu :
(i) cedera akibat kompresi anterior-posterior, (ii) cedera akibat kompresi lateral dan (iii) cedera tarikan vertikal. Fraktur tipe I dan II mengenai pelvis bagian anterior dan biasanya stabil. Tipe tarikan vertikal seringkali akibat jatuh dari ketinggian , paling berbahaya dan bersifat tidak stabil. Fraktur pelvis tidakstabil (unstable) meliputi cedera pelvis anterior disertai kerusakan pada tulang posterior dan ligament disekitar articulation sacroiliaca sehingga salah satu sisi lebih kedepan dibanding sisi lainnya (Fraktur Malgaigne). Cedera urethra posterior terjadi akibat terkena segmen fraktur atau paling sering karena tarikan ke lateral pada uretra pars membranaceus dan ligamentum puboprostatika .
Cedera tarikan ( shearing injury)
Cedera akibat tarikan yang menimbulkan rupture urethra disepanjang pars membranaceus (5-10%).Cedera ini terjadi ketika tarikan yang mendadak akibat migrasi kesuperior dari buli-buli dan prostat yang menimbulkan tarikan disepanjang urethra posterior. Cedera ini juga terjadi pada fraktur pubis bilateral (straddle fraktur) akibat tarikan terhadap prostat dari segmen fraktur berbentuk kupu-kupu sehingga menimbulkan tarikan pada urethra pars membranaceus.
indicator cedera urethra posterior, termasuk diantaranya trias cedera urethra ( darah di meatus, tidak bisa miksi dan buli-buli penuh) :
• Darah di meatus
Darah di meatus ditemukan pada 37%-93% penderita dengan cedera urethra posterior .Dengan timbulnya darah, setiap instrumentasi terhadap urethra ditunda sampai keseluruhan urethra sudah di lakukan pencitraan (uretrografi).
• Darah di introitus Vagina
Darah pada introitus vagina ditemukan pada 80% penderita perempuan dengan fraktur pelvis dan cedera urethra.
• Tidak bisa miksi
• Buli-buli penuh
• Hematuria
Meski tidak spesifik, hematuria pada miksi pertama merupakan indikasi adanya cedera urethra.jumlah dari perdarahan urethra berhubungan dengan beratnya cedera, sebagai cedera mukosa atau ruptur parsial dapat menimbulkan perdarahan yang banyak sedangkan transeksi total dapat menimbulkan perdarahan yang sedikit saja.
• Hematoma
Pada trauma urethra anterior, pola dari hematom dapat berguna unuk menilai batasan anatomi yang mengalami cedera. Ekstravasasi darah atau urine disepanjang korpus penis menunjukkan cedera dibatasi oleh fascia bucks. Rusaknya fascia bucks mengakibatkan ekstravasasi hanya dibatasi oleh fascia coles, sehingga penyebaran
ekstravasasi dapat ke superior sampai coracoclavicular dan ke fascia lata inferior atau dapat timbul hematom bentuk kupu-kupu di perineum. Pada wanita dengan fraktur pelvis, adanya hematom pada labia dapat menjadi indicator adanya cedera urethra.
• Prostat letak tinggi
Penilaiannya agak sulit teutama pada fase akut karena palpasi yang adekuat seringkali terhalangi oleh hematom didaerah pelvis atau prostat yang kecil di usia muda. Pemeriksaan rectum lebih penting untuk menilai cedera pada rectum yang dapat dihubungkan dengan fraktur pelvis. Ditemukannya darah pada pemeriksaan digital rectum semakin menguatkan dugaan fraktur pelvis.
Tipe Ruptur Uretra Posterior
Cedera uretra posterior dapat diklasifikasikan menurut luas dari cedera (Collpinto dan McCallum 1977) :
Tipe I Cedera tarikan uretra
Tipe II Cedera pada proksimal diafragma genitourinaria
Tipe III Cedera uretra pada proksimal dan distal diafragma genitourinaria
Kemudian AAST membuat klasifikasi rupture urethra posterior
Tipe Deskripsi Tanda dan Gejala
I , Kontusio , darah pada meatus dgn uretrogram normal
II , Cedera tarikan, Pemanjangan uretra tanpa adanya ekstravasasi kontras
III, Cedera parsial, Ekstravasasi kontras pada tempat cedera dan tampak kontras pada buli-buli
IV, Cedera Komplit, Ekstravasasi kontras pada tempat cedera, tak tampak kontras di buli-buli,panjang cedera < 2cm V , Cedera komplit, Transeksi komplit dengan jarak pemisahan uretra >2cm,atau perluasan ke prostat/vagina
Langganan:
Postingan (Atom)