Dokter yang saat ini sedang menjadi sorotan bagi semua pihak. Semua beritanya dicari, diburu dan ditunggu untuk disaksikan. Bagaimana bisa dokter bekerja dengan ideal dan optimal di bawah tekanan dan rasa takut diburu oleh pencari berita, LSM, bahkan badan hukum. Dimana sekecil apapun kesalahan kita, langsung menjadi sasaran empuk. Apakah mereka lupa kalau semua dokter itu manusia. Apakah mereka lupa kalau dokter itu bukan dewa ataupun malaikat? Dokter hanya seonggok orang yang kebetulan belajar dan berpengetahuan lebih di bidang kesehatan dan ingin dan memang harus membantu sesamanya sesuai dengan sumpah Hippocrates yang telah diucapkan saat pertama kali bergelar dokter.
Menjadi dokter bukanlah perkara mudah, setiap orang pastinya mengetahui untuk menerima gelar dokter, seseorang harus melewati kuliah yang tidak mudah dan tidak sebentar. Mereka harus melewati tutorial, OSCE, SOCA, ujian tertulis, ujian lisan, dan bahkan koasisten dimana sebagian besar derajat kucing dapat lebih tinggi dibandingkan derajat koasisten. Setiap dari mahasiswa kedokteran dengan niat mulia awalnya karena kebanyakan dari mereka pasti bertujuan untuk dapat berguna bagi sesamanya. Dimana mereka harus menggadaikan masa muda yang harus ditukar dengan serentetetan kegiatan belajar-mengajar guna mendapatkan gelar dokter.
Bukan rahasia umum juga, para orangtua yang ingin menyekolahkan anaknya di kedokteran harus merogoh kocek yang cukup dalam guna memenuhi angka fantastis mulai dari uang masuk, bayaran, praktikum, buku, hingga wisuda terlebih bagi yang bersekolah di fk swasta. Setiap orangtua yang menyekolahkan anaknya pastilah berharap nantinya kehidupan anak-anak mereka dapat leboh baik dari kehidupan mereka saat ini. Namun, kenyataan yang sering saya lihat. Anak-anak dari lulusan kedokteran awal-awal masih seringkali ditunjang oleh kedua orangtua nya karena pendapatan yang tidak mencukupi kebutuhan dasarnya.
Apakah bila sudah selesai lantas perjuangan berakhir? lalu, mendapatkan manis? Belum! mereka harus melewati internship yang saya dengar dari banyak terdahulu yang telah melewati internship, program semacam ini kurang begitu berguna. Yang masyarakat butuhkan adalah dokter! Dokter yang siap melayani mereka bukan internship yang notabenenya masih di dalam pengawasan supervisor. Apakah dengan adanya program ptt saja tidak cukup untuk meratakan dokter agar ingin bekerja di daerah terpencil? Sampai saat ini saya masih belum menemukan esensi dari internship dengan tunjangan yang jauh dibawah cukup untuk memenuhi kebutuhan harian saja.
Lalu, seselesainya internship? apakah mereka dapat bekerja dengan tenang menjadi dokter? Dimana pengobatan terus berkembang dan maju yang mengharuskan para dokter untuk selalu meng-up-date ilmu nya dihadapkan keharusan dokter berjaga hingga nyaris 24 jam dan di berbagai tempat hanya untuk dapat memenuhi kebutuhan harian nya.
Dari, tekanan-tekanan ini para dokter masih terus di push untuk selalu profesional. Yah, memang kami harus profesional. Karena kami berhadapan dengan nyawa seseorang. Dimana orang itu dapat merupakan seorang suami, istri, ibu dari anak-anaknya. Kami butuh situasi yang kondusif agar kami dapat bekerja nyaman dan tenang. Kami butuh penghidupan yang layak karena agar kami tidak bekerja di berbagai tempat hingga melupakan kewajiban kami untuk terus meng-up-date ilmu kami. Kami butuh perlindungan karena kami hanya ingin menolong orang sesuai janji yang telah kami ucapkan saat sumpah Hippocrates dahulu.
berisi coretan harian, coretan isi kepala, dan hal-hal tidak penting lainnya.. well! this is mine!
Jumat, 17 Mei 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Jumat, 17 Mei 2013
Doctor Nowdays :)
Dokter yang saat ini sedang menjadi sorotan bagi semua pihak. Semua beritanya dicari, diburu dan ditunggu untuk disaksikan. Bagaimana bisa dokter bekerja dengan ideal dan optimal di bawah tekanan dan rasa takut diburu oleh pencari berita, LSM, bahkan badan hukum. Dimana sekecil apapun kesalahan kita, langsung menjadi sasaran empuk. Apakah mereka lupa kalau semua dokter itu manusia. Apakah mereka lupa kalau dokter itu bukan dewa ataupun malaikat? Dokter hanya seonggok orang yang kebetulan belajar dan berpengetahuan lebih di bidang kesehatan dan ingin dan memang harus membantu sesamanya sesuai dengan sumpah Hippocrates yang telah diucapkan saat pertama kali bergelar dokter.
Menjadi dokter bukanlah perkara mudah, setiap orang pastinya mengetahui untuk menerima gelar dokter, seseorang harus melewati kuliah yang tidak mudah dan tidak sebentar. Mereka harus melewati tutorial, OSCE, SOCA, ujian tertulis, ujian lisan, dan bahkan koasisten dimana sebagian besar derajat kucing dapat lebih tinggi dibandingkan derajat koasisten. Setiap dari mahasiswa kedokteran dengan niat mulia awalnya karena kebanyakan dari mereka pasti bertujuan untuk dapat berguna bagi sesamanya. Dimana mereka harus menggadaikan masa muda yang harus ditukar dengan serentetetan kegiatan belajar-mengajar guna mendapatkan gelar dokter.
Bukan rahasia umum juga, para orangtua yang ingin menyekolahkan anaknya di kedokteran harus merogoh kocek yang cukup dalam guna memenuhi angka fantastis mulai dari uang masuk, bayaran, praktikum, buku, hingga wisuda terlebih bagi yang bersekolah di fk swasta. Setiap orangtua yang menyekolahkan anaknya pastilah berharap nantinya kehidupan anak-anak mereka dapat leboh baik dari kehidupan mereka saat ini. Namun, kenyataan yang sering saya lihat. Anak-anak dari lulusan kedokteran awal-awal masih seringkali ditunjang oleh kedua orangtua nya karena pendapatan yang tidak mencukupi kebutuhan dasarnya.
Apakah bila sudah selesai lantas perjuangan berakhir? lalu, mendapatkan manis? Belum! mereka harus melewati internship yang saya dengar dari banyak terdahulu yang telah melewati internship, program semacam ini kurang begitu berguna. Yang masyarakat butuhkan adalah dokter! Dokter yang siap melayani mereka bukan internship yang notabenenya masih di dalam pengawasan supervisor. Apakah dengan adanya program ptt saja tidak cukup untuk meratakan dokter agar ingin bekerja di daerah terpencil? Sampai saat ini saya masih belum menemukan esensi dari internship dengan tunjangan yang jauh dibawah cukup untuk memenuhi kebutuhan harian saja.
Lalu, seselesainya internship? apakah mereka dapat bekerja dengan tenang menjadi dokter? Dimana pengobatan terus berkembang dan maju yang mengharuskan para dokter untuk selalu meng-up-date ilmu nya dihadapkan keharusan dokter berjaga hingga nyaris 24 jam dan di berbagai tempat hanya untuk dapat memenuhi kebutuhan harian nya.
Dari, tekanan-tekanan ini para dokter masih terus di push untuk selalu profesional. Yah, memang kami harus profesional. Karena kami berhadapan dengan nyawa seseorang. Dimana orang itu dapat merupakan seorang suami, istri, ibu dari anak-anaknya. Kami butuh situasi yang kondusif agar kami dapat bekerja nyaman dan tenang. Kami butuh penghidupan yang layak karena agar kami tidak bekerja di berbagai tempat hingga melupakan kewajiban kami untuk terus meng-up-date ilmu kami. Kami butuh perlindungan karena kami hanya ingin menolong orang sesuai janji yang telah kami ucapkan saat sumpah Hippocrates dahulu.
Menjadi dokter bukanlah perkara mudah, setiap orang pastinya mengetahui untuk menerima gelar dokter, seseorang harus melewati kuliah yang tidak mudah dan tidak sebentar. Mereka harus melewati tutorial, OSCE, SOCA, ujian tertulis, ujian lisan, dan bahkan koasisten dimana sebagian besar derajat kucing dapat lebih tinggi dibandingkan derajat koasisten. Setiap dari mahasiswa kedokteran dengan niat mulia awalnya karena kebanyakan dari mereka pasti bertujuan untuk dapat berguna bagi sesamanya. Dimana mereka harus menggadaikan masa muda yang harus ditukar dengan serentetetan kegiatan belajar-mengajar guna mendapatkan gelar dokter.
Bukan rahasia umum juga, para orangtua yang ingin menyekolahkan anaknya di kedokteran harus merogoh kocek yang cukup dalam guna memenuhi angka fantastis mulai dari uang masuk, bayaran, praktikum, buku, hingga wisuda terlebih bagi yang bersekolah di fk swasta. Setiap orangtua yang menyekolahkan anaknya pastilah berharap nantinya kehidupan anak-anak mereka dapat leboh baik dari kehidupan mereka saat ini. Namun, kenyataan yang sering saya lihat. Anak-anak dari lulusan kedokteran awal-awal masih seringkali ditunjang oleh kedua orangtua nya karena pendapatan yang tidak mencukupi kebutuhan dasarnya.
Apakah bila sudah selesai lantas perjuangan berakhir? lalu, mendapatkan manis? Belum! mereka harus melewati internship yang saya dengar dari banyak terdahulu yang telah melewati internship, program semacam ini kurang begitu berguna. Yang masyarakat butuhkan adalah dokter! Dokter yang siap melayani mereka bukan internship yang notabenenya masih di dalam pengawasan supervisor. Apakah dengan adanya program ptt saja tidak cukup untuk meratakan dokter agar ingin bekerja di daerah terpencil? Sampai saat ini saya masih belum menemukan esensi dari internship dengan tunjangan yang jauh dibawah cukup untuk memenuhi kebutuhan harian saja.
Lalu, seselesainya internship? apakah mereka dapat bekerja dengan tenang menjadi dokter? Dimana pengobatan terus berkembang dan maju yang mengharuskan para dokter untuk selalu meng-up-date ilmu nya dihadapkan keharusan dokter berjaga hingga nyaris 24 jam dan di berbagai tempat hanya untuk dapat memenuhi kebutuhan harian nya.
Dari, tekanan-tekanan ini para dokter masih terus di push untuk selalu profesional. Yah, memang kami harus profesional. Karena kami berhadapan dengan nyawa seseorang. Dimana orang itu dapat merupakan seorang suami, istri, ibu dari anak-anaknya. Kami butuh situasi yang kondusif agar kami dapat bekerja nyaman dan tenang. Kami butuh penghidupan yang layak karena agar kami tidak bekerja di berbagai tempat hingga melupakan kewajiban kami untuk terus meng-up-date ilmu kami. Kami butuh perlindungan karena kami hanya ingin menolong orang sesuai janji yang telah kami ucapkan saat sumpah Hippocrates dahulu.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar